Hukum Tua Serdie Palit menolak menyerahkan 8 dokumen keuangan desa kepada PKN Sulut.

Sidang sengketa keterbukaan informasi di Pengadilan Negeri Tondano memanas setelah Hukum Tua Desa Winebetan, Serdie Palit, menolak menyerahkan delapan dokumen ke Pemantau Keuangan Negara (PKN) Sulut meskipun ada putusan Komisi Informasi Provinsi Sulawesi Utara dan eksekusi pengadilan yang mengikat. Rabu 12 November 2025.

Palit mengaku menolak atas dasar arahan lisan Bupati Minahasa, klaim yang tidak disertai bukti tertulis dan memicu tudingan upaya menghalangi akses publik terhadap dokumen keuangan desa.

Putusan Komisi Informasi (KIP) Provinsi Sulawesi Utara memerintahkan penyerahan delapan item dokumen terkait pengelolaan keuangan desa; putusan telah dikuatkan melalui eksekusi PN Tondano No.1/Pdt.Eks.BPSK/2023/PN Tnn.  

Pada sidang 11 November 2025, Hukum Tua Serdie Palit hadir sebagai terdakwa dan memberikan kesaksian yang dianggap ambigu; dia menyatakan tidak mengetahui rincian dokumen dan mengajukan alasan penolakan berdasarkan komunikasi lisan dengan Bupati.  

Tidak ada surat perintah, nota dinas, atau bukti tertulis lain yang diajukan di persidangan untuk mendukung klaim arahan Bupati.

Majelis hakim menyoroti kontradiksi antara putusan KIP yang bersifat imperatif dan alasan penolakan yang bersifat administratif lisan.  

Sidang dilanjutkan pada 18 November 2025 dengan agenda pembuktian alasan penolakan dan potensi pertanggungjawaban Hukum Tua.

Ketiadaan bukti tertulis: Klaim adanya arahan Bupati hanya berupa pengakuan lisan dari Palit tanpa dokumen pendukung.  

Putusan KIP dan eksekusi pengadilan: Keputusan KIP telah diikuti tindakan eksekusi PN, menunjukkan kewajiban hukum untuk menyerahkan dokumen tersebut.  

Kontradiksi kesaksian: Pernyataan yang saling bertolak belakang mengenai pengetahuan terhadap dokumen menurunkan kredibilitas keterangan terdakwa di hadapan majelis.

Jika majelis menilai penolakan tidak berdasar, Hukum Tua bisa menghadapi sanksi administratif hingga gugatan perdata atau tindak pidana terkait penghalangan akses informasi publik.

Bupati sebagai pejabat yang disebut memiliki kewenangan diskresi administrasi wajib menjelaskan posisi resmi dan menyediakan bukti bila memang pernah menginstruksikan penundaan penyerahan.  

Opsi penonaktifan sementara Hukum Tua dapat ditempuh pemerintah daerah untuk menjaga kelancaran pelayanan publik sambil menghormati asas praduga tak bersalah.

Dampak langsung: Penundaan atau penolakan akses dokumen keuangan menimbulkan hambatan pelayanan, menurunkan akuntabilitas, dan mengikis kepercayaan warga terhadap pengelolaan dana desa.

Bupati/instansi terkait harus segera menerbitkan klarifikasi tertulis jika ada instruksi resmi; tanpa klarifikasi tersebut sebaiknya tidak ada pembelaan berbasis arahan lisan.  

Peraturan internal harus mewajibkan semua instruksi administratif yang mempengaruhi akses informasi publik dicatat secara tertulis dan dapat diaudit.  

Tingkatkan sosialisasi dan pelatihan UU Keterbukaan Informasi Publik kepada seluruh pejabat desa; tegakkan sanksi administratif saat putusan KI tidak dipatuhi.

Kasus ini berpotensi menjadi preseden penting bagi penegakan keterbukaan informasi di daerah: apakah kewajiban hukum-komisioner dan eksekusi pengadilan akan mengalahkan klaim arahan lisan pejabat daerah tanpa bukti, ataukah praktik administratif akan terus menjadi celah untuk menutup akses publik. Putusan sidang lanjutan akan menentukan kombinasi tanggung jawab hukum dan langkah administratif yang harus diambil demi akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.

(Cipi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *