MINAHASA – Akhir dari saga hukum yang meresahkan akhirnya tiba. Proses hukum bertahun-tahun kasus pencemaran nama baik berbasis elektronik (UU ITE) yang menjerat Mario Pangalila telah mencapai final absolut: Inkracht. Dengan ditolaknya upaya kasasi oleh Mahkamah Agung (MA), putusan pidana penjara 7 bulan kini bersifat harga mati. kamis 20/11/2025.
Fokus kini tertuju pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Minahasa yang mendapat mandat wajib untuk segera menjebloskan terpidana ke balik jeruji, khususnya setelah eskalasi kemarahan publik Desa Tincep, Kecamatan Sonder.
Kajari Minahasa, B Hermanto SH menegaskan pihaknya tak akan memberi ruang tawar lagi. Seluruh rentetan putusan mulai dari PN Tondano (84/Pid.Sus/2024/PN Tan), PT Manado, hingga puncaknya Putusan MA Nomor 5297 K/Pid.Sus/2025 — telah secara konsisten menyatakan Mario bersalah atas perbuatan sengaja menyebarkan informasi bermuatan penghinaan terhadap korban Alfian Rommy Dapu.

“Surat panggilan pertama telah kami layangkan. Panggilan kedua akan dikeluarkan Selasa pekan depan, dan setelah itu, tidak ada kata tunda. Kami langsung eksekusi,” tegas Kajari Hermanto, didampingi Kasi Intel Sehendro dan Plh Kasi Pidum Paskahlis Sumelang SH.
Meski eksekusi akan mempertimbangkan aspek kemanusiaan, Kejari menyebut proses ini final. Hukuman yang juga mencakup denda Rp10 juta dan perampasan serta pemusnahan barang bukti (handphone) harus dijalankan tanpa alasan.
Meskipun status hukumnya sudah jelas, Mario Pangalila dilaporkan telah menyurati Kejaksaan untuk meminta penundaan eksekusi. Alasannya: untuk melapor kepada keluarga dan mempersiapkan perlengkapan penahanan, serta niat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) secara pribadi.
”Terdakwa juga menyampaikan akan mengajukan Permohonan Peninjauan Kembali (PK) secara pribadi. Kami tegaskan, secara institusi Kejaksaan sudah tidak ada PK,” ujar Plh Kasi Pidum Paskahlis Sumelang SH.
Kejari Minahasa bersikap tegas. Jika Mario mangkir lagi pada panggilan kedua minggu depan, perintah penjemputan paksa akan segera dikeluarkan.
di saat proses eksekusi menunggu hari, kemarahan kolektif warga Desa Tincep mencapai puncaknya. Mereka menuding Mario yang seharusnya sudah di penjara justru kembali berulah dan meresahkan.
Tokoh masyarakat Tincep, Edison, mengungkapkan bahwa selama tiga tahun terakhir, Mario Pangalila rutin melaporkan pemerintah desa ke berbagai lembaga hanya berdasarkan dugaan-dugaan yang tidak berdasar.
”Kami sudah sangat terganggu. Putusannya sudah inkracht, tapi dia masih membuat kegaduhan. Tolong segera ditahan,” desak Edison.
Warga bahkan menuding Mario kerap mencatut nama pejabat tinggi, lembaga pemerintah, hingga Presiden demi memperkuat narasi yang disebarkannya. Tudingan lain yang lebih serius adalah klaim bahwa Mario pernah muncul sebagai ‘pahlawan kesiangan’ dalam kasus hukum orang lain, hanya untuk memeras uang dalam jumlah besar agar kasus tersebut tidak diteruskan ke polisi.
Korban Alfian Rommy Dapu juga telah menyerahkan surat permohonan eksekusi resmi pada 20 November 2025, sebagai penegasan bahwa penegakan hukum harus tuntas.
Kini, publik Minahasa menanti tuntasnya drama ini: akankah Mario Pangalila memenuhi panggilan terakhir, ataukah Kejari Minahasa akan menggunakan tangan besi untuk menjemput paksa terpidana yang dianggap sebagai ‘pembuat gaduh’ oleh masyarakat.
(Cipi)






