Minahasa – Dunia pendidikan di Kabupaten Minahasa diguncang dugaan skandal penyalahgunaan wewenang dan praktik ‘jual beli’ Surat Keputusan (SK) guru fiktif yang melibatkan Kepala Sekolah (Kepsek) SD GMIM 2 Kali, Pineleng Kabupaten Minahasa
Kepsek tersebut dituding telah menerbitkan SK mengajar kepada guru yang tidak pernah mengajar atau bahkan menginjakkan kaki di lingkungan sekolah. Praktik kotor ini disinyalir telah merugikan dan menghambat nasib para guru honorer asli yang selama ini mengabdi dengan jujur.
Menurut sumber terpercaya, pelanggaran fatal ini terletak pada mekanisme penerbitan SK. Berdasarkan aturan, SK mengajar bagi guru honorer wajib dikeluarkan secara resmi oleh Yayasan GMIM.
”Kepala Sekolah SD GMIM 2 Kali berani mengambil alih wewenang Yayasan, yang puncaknya adalah dikeluarkannya SK untuk guru bodong (fiktif),” ungkap sumber tersebut.
Dugaan ini diperkuat oleh pernyataan dari Sekretaris Dinas (Sekdis) yang saat dikonfirmasi awak media melalui telepon seluler menegaskan, “Tidak boleh Kepala Sekolah mengeluarkan SK kepada Honorer kecuali guru honorer tersebut benar-benar mengajar di Sekolah SD tersebut.”
Nasib Guru Asli Terancam Praktik penerbitan SK fiktif ini diduga merupakan cara sistematis untuk memblokir peluang guru honorer yang sudah bertahun-tahun mengajar mendapatkan pengakuan resmi.
”Ini sangat menyakitkan. Ada guru yang sudah bertahun-tahun mengajar, bahkan sudah berulang kali mengurus, tapi SK Yayasan tak kunjung keluar,” ujar sumber. “Sementara yang tidak pernah mengajar, tiba-tiba sudah pegang SK. Jelas ini ada permainan, SK itu sudah diatur dan dimainkan oleh Kepala Sekolah.”
Penerbitan SK fiktif ini secara langsung mengancam kejelasan status, Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), hingga peluang sertifikasi bagi guru-guru honorer asli. Hak-hak vital mereka kini terkesan “disandera” oleh oknum Kepala Sekolah yang diduga bermain curang.
Pihak Yayasan GMIM dan Dinas Pendidikan Kabupaten Minahasa dituntut segera turun tangan dan mengambil tindakan keras. Kasus ini harus diusut tuntas, karena bukan hanya masalah maladministrasi internal, tetapi dugaan penyalahgunaan wewenang yang merugikan tenaga pendidik dan mencoreng citra pendidikan di Minahasa.